
Suatu malam saya telpon keluarga di Surabaya dan kebetulan waktu itu Hana putri pertama kami yang mengangkat, sedang asyiknya kami ngobrol tiba-tiba datang kawan saya dengan suara kerasnya mengganggu keasyikan kami yg sedang ngobrol, saya jadi kesal dan spontan berkata,“ooh dasar wong gendeng...” , pada kawan saya itu. Saya lupa kalau di seberang sana Hana mendengar, lalu dia bertanya, ”siapa sich pa kok suaranya keras-keras gitu?” dengan perasaan masih kesal saya jawab ”iya di sini ada orang gila yang suka ganguin orang telpon” saat itu Hana langsung menegur saya ”husss ga boleh lo pa! masa kawannya dibilang gila” karena masih kesal saya jawab lagi “ abiz kalo orang yang suka gangguin orang lagi telpon itu
Banyak diantara kita orangtua tidak pernah mau mendengar “suara hati” anak-anaknya. Kecenderungannya adalah; seorang anak “harus mendengar” apa yang dikatakan orangtua. Alasannya klasik, karena merasa lebih tahu, lebih pengalaman, lebih tua dan lebih-lebih yang lainnya (hehehe jadi ingat iklan neh “…yang muda gak boleh bicara…” )
Tuhan bisa berkarya lewat apa saja dan melalui siapa saja (betul ... apa... betul.....?)
Oleh karena itu jika suatu saat anda berbuat kesalahan, dan kemudian anak-anak anda mengingatkannya, jangan anda malah marah-marah dan tersinggung! (hayooo siapa yg suka begitu angkat tangan…), melainkan kita juga harus instropeksi diri, belajar merendahkan diri. Jangan seperti iklan tadi! Bukannya keluarga yang komunikatif itu lebih baik dari pada keluarga yang diam-diam “mengandung umpan” hehehe…. Umpan tuk bertengkar maksutnya gt lo….
Banyak contoh kegagalan keluarga mendidik anak karena kurangnya komunikasi antara orangtua dan anak. Apalagi keluarga-keluarga kaya yang kedua orangtuanya disibukkan dengan bisnis mereka masing-masing. Anak dipercayakan pada pembantu atau baby siter, kamarnya berisi televisi, video games, cd player dsb. Tanpa kontrol yang baik dari orangtua. Akibatnya anak lebih sayang si bik Ijah ketimbang sayang mama papanya. Tak jarang anak-anak muda yang terjerumus narkoba adalah mereka yang dari keluarga kaya. Secara jasmani mungkin mereka terpenuhi, tetapi apakah rohaninya bisa terpenuhi jika kasih sayang orangtua digantikan dengan harta yang berlimpah saja? Be carefull……! Uang bukan segalanya! Kelimpahan harta belum tentu menjamin hidup bahagia. Bahagia secara dunia mungkin okeylah, namun kebahagian jiwa, kebahagiaan rohani, bagaimana?
Perlu juga diingat!, Tidak hanya dari kalangan keluarga kaya saja yang bisa mengalami seperti itu, keluarga yang ekonomi pas-pasan juga bisa mengalaminya lho…. Suatu kali saya mendengar acara yang diberi tajuk “Blak-blakan” di salah satu radio swasta di
Dikisahkan saat dia meninggalkan keluarga yang serba kekurangan, tujuan utama datang ke
Efesus 5:1 " Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih"




Tidak ada komentar:
Posting Komentar